PENDAHULUAN
Psoriasis
pustular adalah bentuk psoriasis yang jarang ditemui tetapi insidensinya meningkat. Penyakit ini
ditandai dengan adanya ujud kelainan kulit pustul dengan dasar kulit eritema.
Penyebab penyakit ini belum diketahui tetapi pada penyakit ini didapatkan
adanya leukositosis akibat pelepasan sitokin dan kemokin dari kulit ke
sirkulasi.
Penyakit
ini jarang terjadi di Amerika Serikat.Prevalensi psoriasis di Jepang dilaporkan
adalah sebanyak 7.46 kasus per 1 juta penduduk.Rasio terjadinya antara
laki-laki dibanding wanita pada psoriasis pustular adalah 1:1 pada dewasa dan
pada anak 3:2. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak pada usia 2 bulan hingga
10 tahun dan paling banyak menyerang pada usia pertengahan yaitu 50 tahun.
Pada
penyakit ini ada 2 pendapat yang membahas mengenai psoriasis pustular, pertama
dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian
psoriasis.Terdapat 2 bentuk pustular psoriasis yaitu bentuk lokalisata dan
generalisata.Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber) sedangkan bentuk generalisata,
contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).Pada kasus psoriasis pustular generalisata dapat
disertai dengan gejala konstitusional seperti sakit kepala, menggigil, demam,
kelelahan dan malaise berat.
Laporan
kasus ini memaparkan suatu kasus psoriasis pustular generalisata akut (Von
Zumbusch). Tujuan laporan kasus
ini untuk menambah wawasan mengenai penyakit ini tentang penegakan diagnosis
secara klinis, diharapkan sebagai klinisi kita mendiagnosis penyakit ini
sehingga dapat melacak penyebab terjadinya psoriasis pustular generalisata dan
mencegah terjadinya komplikasi.
KASUS
Seorang
wanita, Ny. BA, usia 70 tahun, bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga,
tinggal di Makam Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah datang ke RSUP dr. Sardjito
melalui Unit Gawat Darurat pada tanggal 19 Januari 2012 (No. Rekam Medis
1567779 ) dengan keluhan utama bercak merah dan plenthing bernanah.
Pasien
mengeluhkan muncul bercak merah dan plenthing bernanah di punggung sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit.Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter spesialis
kulit di Purbalingga dan diberikan terapi azitromicin, cetirizine, dan obat
kapsul yang tidak diketahui namanya. Keluhan tersebut tidak membaik, sehingga
pasien periksa ke dokter spesialis kulit yang lain dan diberikan terapi yang
sama, keluhan tidak berkurang akan tetapi bercak merah semakin meluas dan
plenthing nanah semakin bertambah banyak. Lima hari sebelum masuk rumah sakit
pasien mencoba memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit di Jogja dan oleh
dokter tersebut disarankan untuk dirawat di RSUP Dr.Sardjito.Pasien datang
melalui UGD dengan keluhan gatal dan demam .
Keluhan
seperti ini belum pernah muncul sebelumnya, baru pertama kali pasien
mengalaminya.Pasien mengaku bahwa dalam 2 tahun ini merasa kulit di kepala dan sikunya menebal, namun
pasien membiarkannya. Riwayat sakit serupa yakni bercak merah dan plenthing
bernanah pada ayah, ibu, saudara
kandung, paman, bibi, kakek, nenek, dan sepupu disangkal. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun
sebelum sakit.Riwayat alergi obat tidak diketahui.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan
keadaan umum tampak sehat, kesadaran kompos mentis, terdapat peningkatan suhu
37,80 C, tanda vital lain dalam batas normal, berat badan 68 kg,
tinggi badan 159, status gizi berlebih. Pada pemeriksaan kepala tampak rambut menipis
dan jarang, kedua mata dalam batas normal. Pada pemeriksaan gigi tidak
ditemukan karies dentis. Jarak antar
gigi, besar gigi, bentuk gigi, dan gingiva dalam batas normal.Tidak ditemukan
pembesaran limfonodi leher. Status
dermatologis pada hampir seluruh tubuh, tampak patch eritema batas tidak jelas
dengan multiple pustule diatasnya, sebagian membentuk lake of pustule, ditemukan fenomena Auspitz dan deskuamasi, sebagian tampak erosi
tertutup krusta.Pada kedua tungkai bawah tampak bula multiple isi jernih.Pada
kulit kepala tampak skuama putih tipis dengan deskuamasi. Semua jari tangan, jari kaki, ruas jari
serta kukunya dalam batas normal. Diagnosis banding yang diajukan adalah psoriasis pustulosa
generalisata, acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP)
dan erupsi obat tipe pustular.
Pada
pemeriksaan kimia darah yang dilakukan pada pasien ini didapatkan
hipoalbuminemia (1,72), penurunan
protein total (5,01), peningkatan enzim hati SGOT/AST (106), peningkatan BUN
(21,2), dan hiponatremia (129). Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai adanya
leukositosis (14.950/ul) dengan neutrofilia (87,2%), dan peningkatan laju endap
darah (46). Pada kultur pus ditemukan kuman Pseudomonas aeruginosa, dan selanjutnya
dilakukan uji sensitifitas. Pada pemeriksaan EKG ditemukan adanya tanda-tanda
iskemik sehingga untuk perawatan selanjutnya bekerja sama dengan bagian
kardiologi.
Diagnosis
kerja pasien ini adalah psoriasis pustulosa generalisata tipe akut. Terapi
pasien ini adalah methotrexate dosis kumulatif, cetirizine, MP, ampicillin dan
kompres topical dengan NaCl 0,9 % dan mupirocin ointment setelah kompres.
PEMBAHASAN
Psoriasis
Pustular generalisata akut (Von Zumbusch) terjadi akibat proses autoimun dan faktor genetik. Bila
orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan
jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34 - 39%.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe : psoriasis tipe 1 dengan awitan
dini bersifat familial, psoriasis tipe 2 dengan awitan lambat bersifat
nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah psoriasis
berkaitan dengan HLA. Untuk psoriasis pustulosa berhubungan dengan Psoriasis
tipe 2 dengan HLA-B27.
Faktor
imunologik berperan sebagai adanya defek pada genetik. Faktor ini diekspresikan pada salah
satu dari tiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau
keratinosit.Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya.Lesi
psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang
terutama terdiri atas limfosit T CD 4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam
epidermis.Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T
CD 8. Pada lesi psoriasis
terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada
imunopatogenesis psoriasis.Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan
adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans.Pada
psoriasis pembentukan epidermis (turn over
time) lebih cepat hanya 3-4 hari sedangkan kulit normal 27 hari.
Psoriasis
pustular generalisata mempunyai beberapa fakto resiko yang dapat memicu terjadi
penyakit tersebut, yaitu penghentian kortikosteroid yang mendadak, penisilin
atau antibiotik yang mengandung betalaktam, antibiotik golongan makrolide,
hidroklorokuin, kalium iodida, morfin, sulfapiridin, sulfonamida, kodein,
fenilbutason, dan salisilat. Faktor
lain selain obat adalah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stress
emosional, serta infeksi bakterial dan virus.
Psoriasis
pustular generalisata akut (Von Zumbusch) merupakan penyakit kulit dengan
gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, kemerahan dan hiperalgesia dengan
disertai gejala umum berupa demam, malaise, nausea, dan anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin
eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa
pada kulit yang normal. Kemudian dalam beberapa jam timbul banyak pustul-pustul
miliar pada plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul tersebut akan
berkonfluensi membentuk “lake of pus”
berukuran beberapa cm.
Tempat
yang paling banyak terjadi psoriasis pustular adalah bagian flexural dan
anogenital sedangkan pada area wajah lebih jarang terjadi. Pustul dapat terjadi pada lidah
sehingga menyebabkan disfagia. Pustulasi juga terjadi pada kuku dan menghasilkan
onikodistrofi, onikolisis dan defluvium unguim. Arthritis juga sering menyertai PPG, baik secara akut
maupun kronis, dan terjadi pada sepertiga kasus. Daerah interphalangeal distal,
begitu juga pola polyarthritic lainnya dan bahkan sacroilitis, dapat terjadi
pada episode PPG. Episode pustul akan terjadi dalam
harian atau minggu sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan.
Telogen effluvium dapat terjadi dalam 2-3
bulan. Pada organ mata juga merupakan organ
yang sering dalam keterlibatan mukosa pada PPG. Hal ini biasanya terjadi dalam
bentuk konjungtivitis steril yang purulen, iridositis, ulserasi kornea, dan
eksfoliasi korneal juga pernah dilaporkan. Terdapat beberapa bukti bahwa
bronkitis steril dan pnemositis dapat terjadi pada beberapa pasien. Penelitian
lainnya melaporkan adanya lesi seperti condiloma flexural, dan amyloidosis
sistemik. Infeksi kulit sekunder juga biasanya terjadi akibat infeksi
streptococcus β hemoliticus.
Remisi
dari psoriasis pustular ditandai dengan hilangnya gejala sistemik kemudian
menjadi eritroderma atau menjadi lesi psoriasis vulgaris. Pada psoriasis tipe srirkuler dan
anuler banyak terjadi pada infant.
Pada tipe ini akan menjadi subakut atau kronik dengan manifestasi klinis yang
tidak berat. Penyakit ini dapat
muncul pada orang yang sedang menderita psoriasis atau telah menderita
psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita
psoriasis
Pada
pemeriksaan umum pasien dapat terlihat sangat ketakutan, takipneu, takikardia
dan demam. Pada pemeriksaan
mukosa orofaringeal dapat terlihat hiperemis dan fisura lidah. Pada pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dapat ditemukan adanya leukositosis (leukosit dapat
mencapai 20.000/ul) dan peningkatan laju endap darah. Pada pemeriksaan kimia darah dapat
ditemukan peningkatan plasma globulin dan penurunan albumin. Pada pemeriksaan elektrolit dapat
ditemukan adanya penurunan kalsium dan zink. Jika pasien menderita oligemik,
akan terjadi peningkatan BUN (blood urea nitrogen) dan kreatinin. Jika
terjadi nekrosis tubular maka pada urinalisis terdapat albumin dan cast. Pada
pemeriksaan kultur dapat dilakukan untuk mengekslusi adanya infeksi bakteri
atau viral.
Pada pemeriksaan histopatologi salah satu kriteria
diagnosis dari psoriasis pustulosa generalisata adalah ditemukannya kogoj’s spongioform pustules, yaitu
dengan ditunjukkannya akumulasi neutrofil dibawah stratum
korneum dan pembengkakan atau perusakan keratinosit yang dapat ditemui
pada lesi kulit psoriasis vulgaris termasuk parakeratotik hiperkeratosis,
Munro’s mikroabses, dilatasi kapiler pada papillary
dermis yang bengkak dan infiltrasi sel mononuclear pada superfisial
perivaskular di dermis.
Pembagian derajat keparahan akan penyakit psoriasis pustulosa generalisata
belum ada yang dapat digunakan secara universal, tetapi dalam penelitian
Ohkwara et al. membuat sebuah metode
pembagian derajat keparahan. Pada tabel dibawah ini digunakan untuk menilai
derajat keparahan dari kelainan kulit yang timbul :
Setelah menilai kelainan kulit yang timbul, penilaian
tersebut menjadi salah satu komponen dari beberapa komponen penilaian derajat
keparahan pada psoriasis pustulosa generalisata, komponen yang dinilai dapat
dilihat tabel dibawah ini :
Dengan menjumlah skor dari semua komponen, derajat
keparahan penyakit psoriasis pustulosa generalisata dibagi menjadi :
Penyakit
ini mempunyai diagnosis banding yaitu eritema yang luas dengan pustul.Hal ini dapat
dibedakan dengan psoriasis pustulosa generalisata dengan melihat onset yang
cepat dan evolusi dari penyakit psoriasis pustulosa generalisata ini. Kultur juga dilakukan untuk
mengeksklusi dari infeksi staphylococcus aureus.Generalized pustular drug eruption yang disebabkan oleh furosemide,
amoxicilin/asam klavulanat, dan obat lainnya, secara klinis sulit dibedakan
tetapi pasien terlihat kurang toksik.
Pengobatan
saat ini yang dapat digunaakan untuk psoriasis pustulosa generalisata ialah
golongan obat sitotoksik, metotrexat.Cara penggunaan metotreksat adalah
mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg per os untuk mengetahui, apakah ada
gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak
dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan interval 12 jam dalam seminggu
dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak terjadi perbaikan dosis dinaikan hingga 5
mg per minggu. Biasanya dengan dosis 3 x 5 mg per minggu sudah terjadi
perbaikan. Cara lain adalah injeksi interamuskular dengan dosis 7.5-25 mg dosis
tunggal setiap minggu tetapi mempunyai efek samping yang lebih besar. Jika
penyakit sudah terkontrol dosis turunkan atau masa interval diperpanjang
kemudian dihentikan dan diganti topikal. Setiap 2 minggu diperiksa : Hb, jumlah
leukosit, hitung jenis, jumlah trombosit, urin lengkap, fungsi ginjal dan
fungsi hepar. Bila jumlah leukosit kurang daripada 3.500, metrotreksat agar
dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi hepar dilakukan setiap dosis total
mencapai 1,5 gr. Jika fungsi hepar abnormal, biopsi dilakukan pada dosis 1 gr.
Kontraindikasi dari obat ini adalah kelainan hepar, ginjal, sistem
hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif ( contoh TB), ulkus peptikum,
kolitis ulserosa, dan psikosis. Efek samping obat ini adalah nyeri kepala,
alopesia, gangguan saluran cerna, sum-sum tulang belakang, anemia, hepar, lien,
dan gangguan hepar seperti sirosis atau fibrosis.
Terapi dengan golongan retinoid seperti acitretin dan
isotretinoin sangat efektif untuk menginduksi deskuamasi dan cukup efektif
untuk supresi plak psoriasis. Obat ini sangat efektif bila dikombinasi PUVA fotokemoterapi. Kombinasi PUVA dengan
acitretin dosis 20-50 mg/hari untuk laki-laki dan untuk wanita PUVA
dikombinasikan dengan isotretinoin dengan dosis 1 mg/kgbb.
Terapi
lain yang dapat digunakan ialah siklosporin. Dosisnya adalah 6
mg/kgbb/hari.Obat ini bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik.Hasil pengobatan
untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi
kekambuhan.Terapi biologik merupakan obat yang baru yang efeknya memblok
langkah molekular spesifik yang penting pada patogenesis psoriasis ialah
alefasep, efalizumab,infliximab dan tumor
necrosis factor-ɑ antagonist.Infliximab dengan dosis 5 mg/kgbb dapat
digunakan pada pasien yang sedang hamil.
Jenis
terapi lain yang dapat digunakan adalah PUVA. Karena psoralen bersifat
fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10 - 20
mg psoralen diberikan dan
2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, diantaranya
4 x seminggu.Penyembuhan mencapai 93% setelah 3-4 minggu, setelah itu dilakukan
terapi pemeliharaan (maintenance)
seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren.Pasien psoriasis
pustulosa generalisata dengan usia lanjut mempunyai prognosis buruk. Kematian
dapat terjadi akibat gagal jantung saat keadaan eritroderma akut.
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis yang mengeluhkan
adanya kulit memerah yang semakin meluas dan plenting berisi nanah yang semakin
banyak, pasien merasa gatal dan demam. Pada pemeriksaan kondisi vital
didapatkan adanya peningkatan suhu, pada pemeriksaan kepala didapatkan rambut
kepala yang menipis. Status dermatologis pada hampir seluruh
tubuh, tampak patch eritema batas tidak jelas dengan multiple pustule
diatasnya, sebagian membentuk lake of
pustule, ditemukan fenomena Auspitz
dan deskuamasi, sebagian tampak erosi tertutup krusta. Pada pemeriksaan kimia darah yang
dilakukan pada pasien ini didapatkan hipoalbuminemia (1,72), penurunan protein total (5,01), peningkatan
enzim hati SGOT/AST (106), peningkatan BUN (21,2), dan hiponatremia (129). Pada
pemeriksaan darah rutin dijumpai adanya leukositosis (14.950/ul) dengan
neutrofilia (87,2%), dan peningkatan laju endap darah (46). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium pasien memenuhi
untuk kriteria diagnosis psoriasis pustulosa generalisata.
KESIMPULAN
Pada
kasus yang dialami pasien diatas, rasa gatal serta munculnya pustule dan bula
memberikan ketidaknyamanan bagi pasien. Pengobatan topical untuk lesi kulit
adalah dengan kompres NaCl 0,9 % di seluruh tubuh dua kali sehari dilanjutkan
dengan pengolesan antibiotic dan kortikosteroid topikal di atas lesi. Terapi
sistemik dengan methotrexate dosis kumulatif, antibiotic ampicillin (sesuai uji
sensitifitas), kortikosteroid, serta dilakukan pengobatan simptomatik seperti
pemberian paracetamol jika demam dan
cetirizine untuk mengurangi rasa gatal. Kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya psoriasis pustulosa
generalisata harus dicari lebih lanjut guna diketahui treatment spesifiknya
untuk mengeliminasi sebabnya dan mengobati keluhan, serta untuk menghindari
terjadinya kekambuhan pada pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda
A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Djuanda A, hamzah M, Aisah S (Editor). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia, 2009, h.189-195.
2. Etnawati
K, Soedarmadi. 1990. Pengobatan penyakit
kulit dan kelamin.Yogyakarta: Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
FK UGM.
3. Ricoti C, Clay j, Naveed S. Pustular Psoriasis. Diakses
dari www.medscape.com pada tanggal 17 februari 2012.
4. Wolf,
K., Goldsmith, L.A.,Katz, S.I., Gilchrest, B,A., Paller, A.S., Leffel,
D.J.,2008. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine 7th edition. New York: Mc Graw Hill.
5. Wolf,
K., Richard A J, Suurmond D.,
Gilchrest, B,A., Paller, A.S., Leffel, D.J.,2008. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
New York: Mc Graw Hill.
6. UmezawaY.,
OzawaA.,Kawasima T., et.all.
Therapeutic guidelines for the treatment of generalized pustular psoriasis
(GPP) based on a proposed classification of disease severity. Arch Dermatol Res
(2003) 295 : S43–S54.
7. Ohkawara A. 1998. To
propose the diagnostic criteria for severity rating of pustular psoriasis. A
Report of the MHW Investigation and Research Team in Specific and Rare
Refractory Skin Diseases in 1997. Ministry of Health, Labor and Welfare, Tokyo,
pp 44–45.
Obat Herba Khusus PSORIASIS.
ReplyDeleteMas Collagen. Khasiat : melembabkan kulit, mengobati berbagai macam penyakit autoimun dan kulit (psoriasis, lupus, eksim, jerawat, dll), mengobati persendian, menyembuhkan arthritis (radang tulang), dll. Harga Rp. 489.000,- (60 kapsul). Permata Depok Regency Cluster Jade E20/17 Depok. Hp. 0856 910 910 09 (PIN BB : 266B8265). http://faneliaherbs1.wordpress.com ; faneliaherbs@yahoo.com.
Salicylix SF6 Ointment is a skin medication used to treat certain skin disorders, for example, corns, moles of the hands or feet, psoriasis, and other dry and flaky skin conditions.
ReplyDelete